Kali ini sih Tentang Hubungan Rumah tangga tentang Istri Melayani Suami Ketika Haid Di maksud melayani disini adalah berubungan intim atau ngesek dengan istri saat haid dengan padangan agama Islam Bagaimanakah Hukumnya. silahkan di lihat di bawah ini semoga memberi pencerahan untuk rumah tangga agan. Terima kasih telah berkunjung Di Lubang Kecil
Pertanyaan
Assalaamu'alaikum Wr Wb Ada satu hal yang mengganjal ustadz, Apakah kalau lagi haidh istri wajib untuk melayani suaminya? Misalnya oral sex, sebelum mempunyai anak saya oke-oke saja melayani suami dalam oral sex, tetapi setelah operasi caesar dalam melahirkan anak yang pertama, saya merasakan perubahan dalam diri saya. Saya kok merasa mual & pengen muntah ketika melakukan itu. Untuk bilang 'tidak' terhadap suami saya, saya takut nanti dia tidak ridho. Jadwal haidh kan panjang sampai 7 hari, saya takut nanti dia malah bisa 'tergoda' sama yang lain.
Memang disamping rasa jijik, mual, ada juga rasa malas. Apakah saya berdosa bisa menolak suami dalam hal itu ustadz? Mohon penjelasannya dan terima kasih.
Wassalaamu'alaikum Wr Wb ukhti di bumi Allah.
Jawaban
Assalaamu'alaikum Wr Wb,
Kami pernah membahas panjang lebar di rubrik ini tentang oral sex, baik bagi wanita (yang di oral) maupun bagi pria. Pada kelamin manusia ada kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan getah-getah berupa lendir dsb, dan yang dikeluarkan tersebut hukumnya najis. Di samping itu, pada kelamin pria, agak jauh ke dalam juga ada pusat pembuatan mani yang menjadi alat transportasi bagi sperma yang juga dibuat di dalam tubuh pria. Untuk Mani ini hukumnya najis ringan, sebab ada petunjuk bahwa pernah Nabi SAW menyuruh ‘Aisyah ra untuk mengorek saja mani yang ada di sarung Nabi SAW yang akan dipakai shalat. Adapun madzi, yaitu semacam getah pelumas yang keluar untuk memperlicin kelamin, seringkali juga keluar mengikuti air seni ketika buang air kecil. Ketika buang air kecil madzi dll tsb keluar karena tekanan alat/otot kelamin yang ingin mengeluarkan air seni. Nah yang keluar setelah air seni ini (sama dengan yang keluar ketika seseorang terangsang) najis dan sama harus dibersihkan dengan air seperti air seni.
Sepanjang kami tanyakan kepada ahli fiqih thaharah, tak ada larangan oral sex kecuali ada 3 kekhawatiran (1) jijik , sesuatu yang menjijikkan, hukumnya bisa makruh, misal, para ulama tertentu memakruhkan binatang-binatang menjijikkan (baginya) seperti ikan teri, tetatpi ulama lain tidak berpendapat sama. Karena jijik terkadang sangat tergantung budaya. (2) Khawatir sang istri atau sang suami tak mendapatkan nikmat sama sekali dengan permaianan oral sex, dan itu berarti merupakan praktek ketidak adilan. Untuk ini termasuk pertimbangan yang “berat”. Sebab Islam sangat memperhatikan agar kedua pihak mendapatkan kenikmatan dalam hubungan sex. Berapa banyak pasangan menjadi renggang hubungan hatinya dan kemudian memudahkan perceraian, karena tak ada keadilan dalam hubungan sex. (3) Masalah tertelannya najis. Ini diharamkan. Sebab semua yang najis haram dimakan. Logikanya jelas, untuk disentuh saja haram/tidak suci dan harus dibersihkan, apalagi masuk ke dalam tubuh kita yang tentunya kita tak bisa mencuci perut kita dengan air seperti mencuci baju. Masalah najis tertelan inilah yang kalau kita analisa lebih jauh dalam pelaksanaan oral sex, jelas-jelas sulit dihindari. Sebagaimana kami katakan tadi, madzi keluar karena rangsangan, dan keluarnya tak bisa dikontrol oleh orangnya. Lain halnya mani yang mengandung sperma yang masih ada sedikit pengendalian dari orangnya. Artinya pria masih bisa menahan keluarnya mani (yang merupakan puncak kenikmatan pria) untuk memperlama hubungan. Demikian juga pada wanita, madzi keluar dan menyelinap disela-sela lipatan kelaminnya sehingga kemungkinan tertelan oleh sang suami yang mengoralnya, sangat besar.
Dalam praktek oral sex terhadap pria, madzi keluar sebelum mani, dan keluarnya tanpa disadari si pria. Bagaimana jika keluar dan tertelan ketika sang istri sedang mengoralnya? Lain halnya jika dalam melakukan oral sex, sang istri tidak memasukkan kelamin suaminya ke dalam mulutnya, namun hanya sebagai foreplay dengan cara dijilat-jilat sekeliling kelamin (tidak mendekati lubang keluar madzi) yang tentunya sudah dibersihkan terlebih dahulu.
Kami sarankan agar suami anda mempelajari hal ini baik-baik, sebab Islam adalah agama yang suci dan mempunyai batas-batas antara hidup dengan kesucian dan hidup dengan penuh kekotoran, bukankah kita ingin mengislamkan seluruh kehidupan kita sebaik-baiknya?
Jika sepasang suami istri ingin variasi-variasi dalam hubungan kelamin, sesungguhnya masih terbuka banyak kesempatan dan kemungkinan tanpa menyentuh yang dilarang. Misalnya, anda bisa melayani suami saat sedang haidh dengan cara melakukan hubungan badan tanpa memasukkan kelamin suami kedalam kelamin anda. Misalnya dengan meletakkan bahan-bahan kosmetik pelicin diantara kedua paha anda dan anda tetap mengenakan celana dalam. Mungkin dengan cara ini lebih mirip dengan hubungan badan yang sebenarnya daripada oral sex. Ada isyarat dari Nabi SAW bahwa jika para istrinya sedang haidh dan Beliau ingin bercumbu dengan istri yang haidh beliau menyuruh istrinya untuk meletakkan “kain pembatas”. Bukankah itu sama saja dengan celana dalam sebab pada hakekatnya kain tersebut mencegah kelamin suami masuk ke tempatnya? Bisa juga anda melayani suami dengan tangan saja, dan tangan anda anda beri pelicin. Atau jika masih bisa dianggap aman, anda bisa menyuruh suami menggunakan kondom yang memang disediakan untuk itu (dengan berbagai rasa) sehingga apapun yang keluar dari suami tak akan masuk ke mulut anda.
Pada prinsipnya, cobalah berkreativitas di dalam lingkaran yang dibolehkan. Sebab jika kita ketahui dunia sex orang-orang yang gila sex, maka kita lihat mereka melakukan apa saja tanpa batasan moral sama sekali dan kita melihat mereka sudah seperti binatang, sebab binatang memang tak punya aturan syari’at, sebab binatang tak diberi kewajiban dan larangan, dan tak ada konsep dosa pahala. Apakah kita mau seperti itu? Jangan sampai kita meniru-niru perbuatan orang kafir dengan kerugian pada diri kita menjadi keluar dari batas-batas keimanan. Kita harus selalu ingat bahwa Allah memberikan kita syari’at adalah untuk kebaikan diri kita sendiri dan kemuliaan kemanusiaan kita, sebab orang kafir yang meninggalkan syari’at Allah dikatakan dalam Al Qur’an sebagai: kal an’am, bal hum adhol (seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi). Kita diciptakan Allah sebagai makhluk mulia yang harus mengikuti jalan kemuliaan, meskipun ada banyak jalan-jalan sesat lain disekeliling kita, namun jika ingin tetap mulia, kita harus tetap berada di jalanNya. Mudahan ini bermanfaat bagi anda suami. Wallahua’lam bishshowwaab
Wassalaamu'alaikum Wr Wb
TAG: smu cara membuat laporan prakerin smk tkj juntakmarganagmail cerita tetangga genit komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa scr ibd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar